CORONAVIRUS DALAM PERSPEKTIF

__________________________________________


Oleh : Ahmad Sastra

Beberapa hari ini perbincangan di sosial media, berita di televisi hingga obrolan pojok warung kopi terpusat pada satu tema tersebarnya coronavirus di negeri komunis tiongkok. Beredar banyak perspektif yang muncul, dari teologis hingga biologis. Ada yang menyebarkan berita coronavirus secara masif, tapi ada juga yang mencoba menutupi.

Jagad media sosial juga dihebohkan dengan beredarnya video orang-orang china yang makan kodok dan tikus hidup-hidup hingga sop kelelawar. Untuk sebagian orang aksi itu sangat menjijikkan bahkan sadis, namun ada juga beberapa manusia yang justru mendukungnya. Beredar pula bagaimana dengan sadisnya orang china membunuh anjing-anjing sebelum dimasak dan dikonsumsi.

Dalam perspektif ajaran Islam sudah sangat jelas, bahwa menkonsumsi anjing, babi, kelelawar, kucing, kodok, ular, tikus, mentah maupun dimasak, selain hukumnya haram, juga akan mengakibatkan penyakit. Sebab hewan-hewan haram tersebut membawa penyakit, seperti cacing pita yang ada dalam daging babi.

Kelelawar adalah binatang yang dimuliakan Allah, maka haram hukumnya memakan dagingnya dan membunuhnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah tentang kelelawar, dia adalah hewan yang memadamkan api dengan sayap-sayapnya saat Baitul Maqdis dibakar. Dalam As Sunan Ash Shaghir juz 4, h. 59, kelelawar berdoa, “Ya Tuhan kami, kuasakan kami atas lautan hingga aku dapat menenggelamkan mereka”.

Tentang keharaman mengkonsumsi kelelawar, Imam Nawawi dalam kitab Al Majmu’, juz 2,h.22, menyatakan bahwa kelelawar hukumnya haram secara meyakinkan. Keharaman kelelawar juga dinyatakan oleh Syekh Qalyubi dalam kitab Hasyiyata Qalyubi wa Umairah juz 4,h. 261.

Kenapa Allah menciptakan binatang yang diharamkan untuk dikonsumsi ?. Jawabnya adalah untuk menguji keimanan akan kebenaran firmanNya. Orang beriman tentu saja tunduk total atas perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan Allah. Orang mukmin yakin seratus persen bahwa yang dilarang Allah pasti mendatangkan mudarat dan yang diperintahkan pasti mendatangkan kebaikan.

Secara khusus, Allah juga memberikan petunjuk kepada manusia soal makanan. Dalam QS Al Maidah : 88 misalnya, “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rejekikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya”.

Bahkan penulis pernah membaca sebuah artikel ilmiah yang menyimpulkan bahwa apa yang dimakan manusia akan memberi pengaruh terhadap psikologi dan perilakunya. Jika manusia makan yang diharamkan Allah, maka perilakunya juga akan jahat. Maka tidak heran jika penjahat, perampok dan pezina suka minuman keras yang memabukkan. Hal ini disebabkan, makanan erat hubungannya dengan keimanan dan kekafiran.

Tulisan ini hanya ingin merangkum apa yang sedang menjadi perbincangan di masyarakat terkait wabah coronavirus ini. Adapun soal kebenarannya, tentu dikembalikan kepada masing-masing sesuai dengan perspektif yang diyakini dan dikuasai. Sebab bukan tidak mungkin apa yang beredar di sosial media hanyalah hoax dan pengalihan isu belaka. Beberapa perspektif yang berkembang adalah sebagai berikut :

PERSPEKTIF TEOLOGIS. Eskatologi teologis membaca bahwa coronavirus adalah bentuk azab Allah kepada kaum komunis yang telah menzolimi kaum muslimin di Uyghur. Secara teologis diyakini bahwa kezoliman gerombolan komunis atas kaum muslim mendapat balasan langsung dari Allah.

Perspektif teologis mendasarkan kepada sejarah yang dicatat Al Qur’an terkait musnahnya kaum zolim dan pembangkang. Sebagai contoh azab Allah berupa hujan batu berapi yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth yang melanggar perintah Allah berupa perilaku homoseksual (LGBT). Ada juga azab yang ditimpakan Allah kepada raja songong namrud dan bala tentaranya yang mati bergelimpangan dengan tubuh habis dan kering karena seluruh daging dan darahnya disantap oleh nyamuk.

Termasuk raja namrud juga disiksa oleh nyamuk yang ada dalam hidungnya hingga 400 tahun. Selama itu dia memukul kepalanya dengan tongkat besi untuk mengeluarkan nyamuk itu, tapi tak juga berhasil. Imam Ibnu Katsir dalam kitab Qoshosul an biyaa menulis bahwa akhirnya raja congkak namrud tewas di istananya oleh seekor nyamuk yang kecil.

Begitupun azab yang menimpa kaum Tsamud pada zaman Nabi Soleh yang membangkang perintah Allah dan bahkan menantang datangnya azab Allah. Karena telah menyembelih unta betina yang dijadikan Allah sebagai mu’jizat (lihat QS Al A’raf : 77 dan Hud : 64).

Akhirnya setelah wajah kaum Tsamud berubah warna menjadi hitam, yang sebelumnya kuning dan merah, maka terdengarlah suara berfrekuensi tinggi dari arah atas dan goncangan bumi dari bawah, hingga memecahkan jantung mereka. Maka dalam waktu singkat bergelimpangan dan berserakan bangkai-bangkai kaum kafir itu.

Ada juga kisah ditenggelamkannya fir’aun dan kaum pembangkang Allah pada zaman Nabi Nuh. Bahkan ada suatu kaum yang dibinasakan Allah melalui wabah belalang dan kodok. Maka perspektif teologis ini bisa dipahami, sebab ada dasar normatif, empiris dan historisnya. Perspektif teologis ini diperkuat fakta bahwa coronavirus tersebar di negara komunis yang ateis.

PERSPEKTIF IDEOLOGIS. Beredar pula perbincangan yang tidak kalah serem terkait wabah coronavirus ini dalam perspektif ideologis. Perspektif ini membaca bahwa coronavirus adalah senjata biologis yang hendak dipakai oleh china untuk melakukan genosida terhadap kaum muslimin. Argumen logis yang berkembang bahwa ideologi komunis tidak akan pernah rela atas eksistensi Islam dan kaum muslimin.

Beberapa berita yang berkembang, perspektif ini didukung oleh riset yang menyatakan bahwa persebaran coronavirus adalah akibat kebocoran senjata biologi china. Beredar pula ada sekitar 41 juta rakyat china diisolasi sebagai upaya pencegahan persebaran virus. Tindakan isolasi ini beredar pula beritanya di stasiun televisi.

Pembacaan perspektif ideologis ini secara normatif dan historis memang ada benarnya. Sebab ideologi kapitalisme dan komunisme memang anti Islam. Kedua ideologi ini selalu berusaha menghambat dan melumpuhkan ideologi Islam hingga ke akar-akarnya. Namun, demikian, secara empiris, pembacaan ini masih harus dibuktikan. Jika memang terbukti sebagai senjata biologis untuk genosida, maka ini merupakan kejahatan besar atas kemanusiaan.

PERSPEKTIF MEDIS. Dari kalangan dunia medis juga tidak ketinggalan memperbincangkan coronavirus ini dalam perspektif medis. Secara medis, virus tidak akan bisa mematikan manusia secara langsung, kecuali manusia yang daya tahan tubuhnya sangat rendah, seperti orang yang menderita HIV AIDS atau anak dibawah 5 tahun. Bahkan setiap manusia hidup sehari-hari dengan kuman, dari mulai mulut hingga usus ada kumannya. Maka, secara simple, dunia medis, bahwa hadapi saja virus corona dengan membudayakan hidup sehat. Meski demikian, ada pula penjelasan bahwa virus Corona lebih berbahaya dibanding virus SARS, bahkan 8 kali lebih bahayanya.

Hidup sehat perspektif medis dimaknai sebagai pola hidup sehat, seperti makan dengan nutrisi seimbang, tidur minimal 4 dan maksimal 6 jam perhari, aktif secara fisik dengan olah raga 3-5 hari perminggu dengan durasi 45 – 90 menit tiap kali latihan. Inveksi corona pada binatang mengakibatkan diare dan pada manusia infeksi ringan. Secara medis, jika badan sehat, daya tahannya kuat, maka virus tidak terlalu jadi masalah. Namun jika daya tahan tubuh lemah, maka virus akan menjadi masalah.

PERSPEKTIF POLITIS. Tidak lengkap, jika tinggal di Indonesia tidak membincangkan perspektif politis. Tersebarnya berita coronavirus yang sangat massif dibaca secara politis sama dengan berita massif munculnya berbagai kerajaan di berbagai daerah di nusantara. Bahkan beredar pula ada wanita yang bisa memanggil Nabi Muhammad dan muncul di tanah toraja, orang yang mengaku sebagai Nabi terakhir, tapi tidak mewajibkan sholat dan puasa.

Perspektif politis membaca bahwa semua ini sekedar berita hoak yang dibesar-besarkan diproduksi oleh kekuasaan yang gagal total. Argument politis ini didasari oleh masifnya pemberitaan oleh media yang kemudian bisa menggiring psikologi massa untuk kemudian bisa melupakan kasus-kasus besar di negeri ini seperti megakorupsi jiwasraya dan berbagai kasus yang menjerat rezim dan kroni-kroninya. Bahkan kasus korupsi komisioner KPU dibaca publik sebagai pembuktian kecurangan pemilu 2019 yang menelan tumbal 700 nyawa itu. Semua tahu hubungan erat antara China dan Indonesia,maka apakah perspektif politis ini benar, silahkan dinilai sendiri.

Namun pada akhirnya, apapun perspektifnya, satu hal yang pasti adalah bahwa apapun musibah yang menimpa manusia adalah disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri. Sebab pada dasarnya ada relasi yang kuat antara manusia, kehidupan dan alam semesta ini, satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah, Tuhan Pencipta manusia yang alam semesta.

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”(QS Asy Syura : 30). “ Telah nampak kerusakan (fasad) di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS Ar Ruum : 41).

Kata fasad dalam ayat diatas oleh para mufasir dimaknai sebagai kemaksiatan. Maka, kembali ke jalan Allah dan tunduk total atas perintahnya serta menjauhi segala larangannya dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara adalah cara terbaik untuk menjaga kebaikan kehidupan manusia di dunia ini. Sebaliknya, jika manusia terus angkuh melawan hukum Allah, tidak menjadikan Rasulullah sebagai teladan, sombong dengan otak dan akalnya, mengumbar hawa nafsunya, berani membuat aturan sendiri yang menyelisihi syariah, maka sebagaimana iblis, akan mendapat murka dari Allah.

Sebagai muslim, ketika terjadi wabah penyakit, jangan lupa berdoa, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari apa yang Engkau timpakan kepadanya (berupa penyakit), dan (segala puji bagiNya) yang telah melebihkan aku atas hamba-hambaNya” (HR At Tirmizi no 3431)

Semua dikembalikan kepada bangsa ini dan juga kepada seluruh manusia di dunia, apakah mau kembali kepada Allah atau malah semakin sombong dan congkak. Apakah mau meniru kaum Tsamud yang sombong, fir’aun yang zolim, namrud yang congkak ?. Atau bangsa ini memilih untuk melakukan tobat nasional dan kembali ke jalan Allah dengan tunduk kepada syariahNya. Ingat, kedua pilihan ini membawa konsekuensi.

(AhmadSastra,KotaHujan,26/01/20 : 14.12 WIB)

Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Posting Komentar

1 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.