ALIRAN LIBERAL SEKARAT, HTI MAKIN KUAT



Oleh : Ahmad Sastra

Aliran berfikir liberal sudah sekarat dan tak laku lagi di pasaran. Selain karena dananya sudah tidak ada, masyarakat juga sudah sangat paham bahwa kesesatan liberalisme telah menjadi perusak keimanan seorang muslim. Pendekatan interpretasi hermeneutika terhadap Islam menghasilkan kesimpulan ngawur dan keluar dari nilai Islam.

Interpretasi ngawur ala liberal ibarat bunga bangkai, umurnya pendek dan baunya busuk. Spesies bunga bangkai titan arum, tumbuhan bernama latin Amorphophallus titanum ini memiliki bau yang menyengat seperti bangkai. Istilah Islam liberal adalah adalah upaya pembusukan Islam, sebab Islam itu aromanya wangi, sementara liberal baunya busuk.

Jika bau busuk pada bunga bangkai berfungsi untuk menarik datangnya lalat untuk penyerbukan, sementara bau busuk liberalisme untuk mendatangnya para pecundang yang ingin menjual agama dengan harga sedikit. Liberalisme adalah proyek barat untuk melumpuhkan kesadaran kebangkitan Islam. Agen-agen liberalisme adalah mereka yang telah terlanjur mendapat nasi bungkus dari mereka.

Analogi liberalisme dengan bunga bangkai secara esensial memiliki kesamaan. Tim Pollak, seorang ahli florikuluta di Chicago Botanic Garden, sebagaimana dikutip dari LiveScience.com., menjelasakan bahwa kumbang kotoran, lalat daging, dan serangga karnivora lainnya adalah penyerbuk utama bunga bangkai. Serangga-serangga itu biasanya memakan daging hewan yang telah mati (bangkai). Bau dan warna burgundy gelap dari bunga bangkai dimaksudkan untuk meniru bangkai hewan untuk menarik serangga-serangga itu.

Sebagaimana istilah Islam liberal, istilah Islam moderat atau Islam nusantara adalah proyek asing untuk mereduksi ajaran Islam yang sempurna. Sebab sifat yang disematkan setelah Islam akan menjadikan Islam terbatasi. Jika sifat batasaannya justru berasal dari epistemologi barat seperti liberal dan moderat, maka sama artinya dengan upaya pembusukan Islam. Sementara aliran Islam nusantara sebagai upaya memperhalus bahasa juga berumur sangat pendek.

Menurut Ahmad Al-Qashash dalam kitabnya Usus Al-Nahdhah Al-Rasyidah (1995:31) akar ideologi Barat adalah ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), yang pada gilirannya melahirkan pemisahan agama dari negara. Sekularisme inilah yang menjadi induk bagi lahirnya segala pemikiran dalam ideologi Barat. Berbagai bentuk pemikiran liberal seperti liberalisme di bidang politik, ekonomi, ataupun agama, semuanya berakar pada ide dasar yang sama, yaitu sekularisme (fashl al-din ‘an al-hayah).

Aliran Pemikiran liberal mempunyai akar sejarah sangat panjang dalam sejarah peradaban barat yang kristen. Pada tiga abad pertama Masehi, agama Kristen mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65). Kaisar Nero bahkan memproklamirkan agama kristen sebagai suatu kejahatan. Menurut Abdulah Nashih Ulwan (1996:71), pada era awal ini pengamalan agama kristen sejalan dengan Injil Matius yang menyatakan,”Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan.”

Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekular telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.

Prinsip sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politiek, yaitu kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas Islam sebagai ekspresi politik.

Inti Islam Politiek adalah : (1) dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda; (2) dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat kebiasaan masyarakat agar rakyat mendekati Belanda; (3) dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam.

Dari sinilah korelasi lahirnya Islam liberal di Indonesia yang kini telah jadi bangkai. Islam liberal adalah kontra Islam ideologis yang menginginkan kebangkitan Islam politik. Penerapan Islam kaffah dalam negara inilah yang sejak dulu paling ditakuti oleh panjajah kafir dan antek-anteknya. Jika zaman belanda disebut sebagai muslim fanatic atau Pan Islamisme, maka sekarang para pejuang Islam dituduh sebagai muslim radikal, esensinya sama saja.

Maka tidaklah mengherankan jika seorang Ulil Abshar Abdalla sebagai pendiri JIL sangat anti kepada HTI yang jelas-jelas memperjuangkan Islam untuk bisa diterapkan secara kaffah di dunia dalam bentuk pendirian khilafah Islam. Sebab esensi khilafah adalah ukhuwah islamiyah, syariah kaffah dan dakwah rahmatan lil’alamin.

Ketiga esensi khilafah inilah yang mampu menumbangkan hegemoni ideologi kapitalisme sekulerisme demokrasi atau komunisme sosialisme ateis. Hanya dengan daulah Islam lah penjahan asing dan aseng atas negeri-negeri muslim bisa ditumbangkan. Maka ideologi kapitalisme dan komunisme tidak akan terus menghalangi kebangkitan Islam.

Sejalan dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Mohammad Natsir bahwa jika umat Islam rajin ibadah, maka akan dibiarkan. Jika umat Islam berekonomi Islam ,maka akan terus diawasi, namun jika umat Islam berpolitik Islam, maka akan segera dimatikan. Sementara HTI adalah ormas Islam yang terus melakukan edukasi kesadaran politik Islam di tengah-tengah umat, tentu secara inteklektual dan tidak dengan kekerasan.

Namun, meski telah dicabut BHP nya, HTI justru semakin berkiprah di masyarakat. Sebab HTI membawa gagasan yang tidak mungkin bisa dihapus. Mungkin BHP bisa dicabut, bahkan nama HTI juga bisa dihapus, namun gagasan Islam yang diemban oleh kader-kadernya tidak mungkin bisa dihapus. Apalagi kader-kader Islam berjuang semata-mata karena Allah, bukan karena dibayar. Jauh berbeda dengan menyebarkan kesesatan yang dibayar oleh para musuh Islam.

Maka tidaklah salah jika pada tahun 2005, MUI telah mengeluarkan fatwa haram atas aliran liberalisme, sekulerisme dan pluralisme agama. Sekulerisme mengajarkan pemisahan antara agama dan kehidupan. Liberalisme mengajarkan pembacaan ngawur atas teks-teks agama. Sementara pluralisme mengajarkan kepada sinkretisme yakni mencampur aduk antara haq dan batil, menilai semua ajaran agama sama.

Bagaimanapun Islam adalah agama benar yang datang dari Allah dan agama sempurna yang jika diterapkan akan mendatangkan kebaikan, keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan. Islam membawa misi rahmat bagi alam semesta. Sementara selain Islam akan mendatangkan malapetaka bagi kemanusiaan seluruhnya. Selain Islam pasti membawa misi kebatilan dan kerusakan.

Maka, siapapun yang mendukung liberalisme dan moderatisme, sungguh pikiran kini telah menjadi bangkai dan menyebarkannya sebagai kemaksiatan. Siapa saja yang membawa misi Islam, maka akan terus dijaga oleh Allah dan memperjuangkannya sebagai amal sholih.

Liberalisme itu seperti bunga bangkai yang busuk baunya dan pendek umurnya. Sementara Islam itu wangi aromanya dan umur hidupnya akan terus hingga kiamat, bahkan hingga akherat. Mendekatlah kepada tukang minyak wangi, maka akan tertular wanginya, jangan mendekat kepada sampah yang akan menularkan bau busuk.

(AhmadSastra,KotaHujan,25/01/20 : 10.00 WIB)

_________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.