MENGUNJUNGI GURU LITERASIKU

Keberadaan seorang guru sangat penting bagi kesuksesan anak didiknya. Jasanya begitu mulia bagi masa depan bangsa. Tak mungkin ada kata sukses tanpa ada peran seorang guru. Guru adalah lentera motivasi dan inspirasi.

Jika hari ini kita sukses, coba ingat kembali wajah guru TK dan SD kita. Bayangkan wajahnya dan ingat kembali pesan dan nasehatnya.

Jika hari ini kita sukses dan jauh berada di perantauan, maka lantunkan doa untuk guru-guru kita, baik yang masih hidup ataupun telah tiada. Sesekali kunjungi rumahnya dan berikan hadiah terbaik untuk mereka.

Hakekatnya semua guru adalah baik dan mulia. Namun selalu ada guru favorit yang paling dikenang dan dicontoh. Darinya kita mendapat inspirasi besar dalam hidup. Betapa bahagianya saat kita bisa mengunjungi rumahnya.

Begitulah juga yang kurasakan. Aku berkesempatan mengunjungi guru literasiku sejak di bangku SD. Dari jasanya, kini aku tumbuh sebagai seorang penulis profesional.

Sejak dulu beliau tinggal di sebuah rumah  sederhana di puncak bukit kopeng Semarang, tepatnya di kaki gunung Merbabu Jawa Tengah. Suasana dingin berkabut menelusuri celah-celah hutan pinus mengelilingi kampoeng beliau. Ditemani cucunya, beliau hidup bersahaja setelah suaminya meninggal 30 tahun yang lalu.

Sejak SD, aku diajari membaca dan menulis. Uniknya, beliau mengajariku literasi melalui sepucuk surat. Ya, sepucuk surat.

Beliau menulis sebuah surat untuk saya baca dan pahami. Setelah itu saya diminta untuk menulis surat balasan. Saat itu, bahkan saya menulis surat balasan dengan menjawab per kalimat tulisan guruku. Begitu seterusnya, entah sudah berapa surat, aku sudah lupa.

Hebatnya, pembelajaran literasi terus berlangsung hingga saya meneruskan belajar ke Bogor. Dan akupun membuat tulisan balasan setiap kali mendapat surat dari guruku.

Isi surat itu beragam, kadang guruku menulis tentang fakta kehidupan dan kadang tentang filosofi dan nasehat. Hal ini terus berlangsung hingga aku selesai belajar di pesantren setingkat SMA. Uniknya semua tulisan guruku masih menggunakan ejaan lama dan ditulis gaya tulisan halus atau latin. Tidak mudah untuk membacanya, namun lama-kelamaan akupun terbiasa.

Akhirnya, kebahagiaan itu membuncah saat tulisan saya pertama kali di terima majalah remaja nasional pada tahun 1993. Tulisan bersejarah itu kukliping sebagai sebuah sejarah. Saat itu aku masih duduk di bangku kelas dua MA.

Maka sejak itulah, aku terus mencoba banyak membaca dan menulis. Hingga kini, alhamdulillah, telah kutulis beberapa buku dan artikel ilmiah.

Waktu berjalan begitu cepat, mengalir seperti air. Tak terasa, kini aku telah dewasa dan guruku telah renta. Kini usianya telah mencapai 75 tahun.

Kuhadiahkan hampir semua buku yang kutulis kepada beliau. Hebatnya beliau selalu membaca  buku-buku itu. Bahkan buku filsafat pendidikan Islam yang tebalnya lebih dari 650 halaman, dibacanya juga.

Hari ini kusempatkan berkunjung ke rumah guru literasiku. Dibalik keriput wajahnya, aura semangatnya masih nampak jelas. 

Saat bertemu, langsung kupeluk erat tubuh rentanya. Tak terasa air mataku menetes membasahi pakaiannya.

Bahagia dan terharu, sebab aku masih bisa memeluk guru literasiku. Batinku mendoa, semoga Allah menjaganya dalam kesehatan dan keberkahan.

Kulihat beberapa bukuku terpajang di lemari rumahnya. Meski hanya bertemu sekejab, namun moment pertemuan itu begitu istimewa. Sebab aku harus kembali ke Bogor. Semoga satu saat, aku bisa mengunjunginya kembali.

Dengan sedikit memaksa, aku sodorkan buku tulis dan pena, aku minta beliau menulis surat lagi untukku. Awalnya menolak, tapi akhirnya mau. Meski tulisannya agak sulit dibaca karena pakai ejaan lama, tapi jika dicermati ternyata isinya lantunan doa agar aku dan keluarga bisa naik haji bersama. Ya Allah, terima kasih, bahagianya hati ini.

Bagiku, guru literasiku yang satu ini paling istimewa di dunia. Sebab selain sebagai guru yang mengajari baca tulis sejak kecil, beliau juga telah melahirkanku. Dialah bunda Sofiyah.

Matur suwun sanget injih bu, terima kasih ibu, panjenengan sampun dados guru istimewa kulo. Mugi-mugi sedanten amal sholehipun dipun tampi dateng Allah SWT.

Ibu...lewat doamu, aku bisa seperti hari ini. Berkat tangan tanganmu yang lembut dan penuh kasih, kini aku tumbuh dalam optimisme. Meski serba kekurangan harta, namun cinta dan doa cukuplah bagiku. Kutatap masa depanku penuh asa berkat nasihatmu. Dan kini aku hanya ingin tumbuh sepertimu : sederhana tapi bahagia.

Ya Rabb, jagalah ibuku dalam kebaikan dan lindunganMU. Ya Rahman Ya Rahim, sayangilah ibuku dalam kesehatan dan kebahagiaan. KepadaMu kuserahkan segalanya ya Allah. Amiin Ya Mujiba  saailiin.

[AhmadSastra,Salatiga,18/10/18 : 23.30 WIB]


__________________

Tags

Posting Komentar

2 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
  1. Kereeen... Pak Ahmad, ikutan menulis antologi buat ibu yuuk

    BalasHapus
  2. Mengharu biru kisah tentang bunda Sofiyah,...ternyata ilmu guru-guru lama tak kalah hebat dari guru zaman now

    BalasHapus